Pages

Senin, 24 Mei 2010

Rekam Jejak Intelektual Muda Ekonomi Islam

sumber http://www.i-cost.org/

“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk” (QS Al-Kahfi : 13)

Jikalau mengenang kembali sejarah perkembangan Ekonomi Islam di Tanah Air, kita tidak akan pernah dapat melepaskan peran mereka, para pemuda yang meneguhkan eksistensinya dengan berjuang mensosialisasikan Ekonomi Islam di balik kelas-kelas kampus, seminar demi seminar, kajian bahkan terjun seperti semut ke masyarakat. Pemuda-pemuda itulah yang kemudian kita sebut mahasiswa, sang inisiator masyarakat rabbani.

Mereka yang berbekal semangat dan idealisme menjadi motor yang seolah tidak pernah kehabisan energinya. Bahkan, keterbatasan yang mereka miliki, seolah tidak pernah menjadi penghalang bagi bergeraknya mereka. Tanpa ruang, alam terbuka menjadi tempat yang begitu nyaman. Minus dana bukan menjadi alasan untuk tidak berdiskusi dan bergerak. Sejarah itu bermula dari diskusi-diskusi sederhana, kecil, singkat, dan dengan segala keterbatasannya, hingga tanpa terasa langkah-langkah mengikhtiarkan kontribusi mulai dirintis. Bersamaan dengan itu, mereka senatiasa membawa serta cita-cita yang bisa jadi tidak banyak orang mencita-citakannya.

Perkembangan Ekonomi Islam di kalangan mahasiswa sudah terlihat sebelum tahun 2000 di mana terdapat kajian-kajian Ekonomi Islam seperti di Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gajah Mada, Universitas Brawijaya, dan beberapa universitas-universitas lainnya di Indonesia. Lahirnya kelompok kajian Ekonomi Islam di kalangan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi pada akhirnya menyadarkan akan kebutuhan satu wadah untuk memfasilitasi pergerakan Ekonomi Islam, wadah tersebut bernama Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI).


Sejenak ingatan kita kembali pada bulan Januari tahun 2000, ketika Universitas Diponegoro melakukan inisiatif untuk mengundang UI, Unpad, UGM, UNS, Unibraw, dan Unair untuk membicarakan jaringan bersama kajian Ekonomi Islam. Pertemuan pertama yang dilakukan di Semarang dihadiri oleh tujuh universitas tersebut menyepakati diperlukannya suatu wadah bersama dalam pergerakan Ekonomi Islam di tingkat mahasiswa di Indonesia. Untuk menindaklanjuti pertemuan pertama maka diadakan pertemuan kedua di Universitas Indonesia. Pada pertemuan kedua ini di Jakarta menghasilkan bentuk dan mekanisme wadah organisasi yang akan dibentuk.

Pada tanggal 11-13 Mei 2000 diadakan Kongres Kelompok Studi Ekonomi Islam (KoKaSEI) pertama di Universitas Diponegoro, bertempat di Balai Latihan Koperasi (BALATKOP) Semarang. Pertemuan ini dihadiri 70 perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan aspirasi peserta, nama KoKaSEI diganti menjadi Munas KSEI (Musyawarah Nasional Kelompok Studi Ekonomi Islam). Hasil Munas KSEI menghasilkan kesepakatan dan dideklarasikannya wadah bersama bernama FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) pada tanggal 13 Mei 2000. Munas KSEI juga dihasilkan badan pekerja untuk menyelenggarakan Munas I FoSSEI untuk membentuk kelembagaan yang baik. Munas I FoSSEI pada bulan April 2001 diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah sebagai tuan rumah, bertempat di Ragunan Jakarta, dihadiri oleh kurang lebih 40 perguruan tinggi di Indonesia. Pada Munas I ini telah terpilih 5 orang Presidium Nasional yang bertugas untuk menjalankan rekomendasi Munas. Salah satu rekomendasi dari Munas I FoSSEI yaitu dilaksanakannya Temu Ilmiah Nasional I FoSSEI di Universitas Padjajaran. Acara ini berlangsung pada tanggal 4-6 Mei 2002 bertempat di Wisma KORPRI, Bandung. Begitulah, gerakan mereka kini telah membesar. Bermula dari cita-cita besar yang dipercaya dan dipertahankan di sepanjang perjalanan.

Hanya saja, sesekali perlu dipahami. cita-cita saja terkadang tidak cukup. Oleh karena itu, perjalanan –sepuluh tahun di 2010 ini- yang Allah takdirkan menjadi pelajaran demi pelajaran. Semangat terkadang tumbuh dari ketercapaian terget-target. Bahkan, bisa jadi Allah berikan yang lebih baik dari yang mereka bayangkan. Terkadang pula, ada kesalahan dan kegagalan yang mendidik mereka. Hingga catatan-catatan yang tertoreh pun beraneka. Semuanya punya makna. Dan semua itu perlu kita dokumentasikan untuk cerita esok, bagi penerima estafet perjuangan.

Pada awalnya adalah kerinduan dan mimpi besar, yang meyakinkan untuk berjuang dalam risalah suci perjalanan panjang. Rindu dan mimpinya, untuk melihat pergerakan dakwah Ekonomi Islam semakin luas dengan bertumbuhkembangnya KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam) di seluruh penjuru negeri. Tidak hanya ada, namun juga mencipta kontribusi-kontribusi nyata. Tidak hanya banyak, namun juga melahirkan ahli-ahli Ekonomi Islam yang berkualitas dan kompeten sebagai bekal memperbaiki peradaban Indonesia bahkan dunia.

Kini, telah sampailah perjuangan mereka pada pertanyaan-pertanyaan zaman. Di saat keadaan perekonomian tidak bertambah menyejahterakan dan memeratakannya dalam masyarakat. Sementara itu juga, antusiasme intelektual muda dalam menyuarakan untuk bersama membumikan ekonomi yang berkeadilan kepada masyarakat, bak gayung tak bersambut. Bisa dilihat dalam kondisi ketika perkembangan Ekonomi Islam terus meningkat namun tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa Ekonomi Islam belum dirasakan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah sampai sejauh ini Ekonomi Islam hanya dipahami oleh sedikit kalangan saja. Ditambah dengan realita bahwa yang paham pun belum serta merta melaksanakan.

Maka pada momentum sepuluh tahun pergerakan intelektual muda Ekonomi Islam di Indonesia ini, penyuaraan kembali akan pentingnya berekonomi Islam secara menyeluruh dimulai dari pemahaman yang kokoh kembali digelorakan. Menisbahkan perjuangan pada silaturahim (kasih sayang) dan perbaikan ekonomi serta akhlak masyarakat sebagai misi peradabannya. Karena pada saat ini, masyarakat yang mulai jenuh dengan berbagai permasalahan membutuhkan keteladanan yang dapat dirasakan. Keteladanan yang tidak hanya menciptakan kesholehan pribadi namun pula membentuk keshalehan sosial, yang mempertimbangkan kesejahteraan harus dapat dirasakan seluruh masyarakat, bukan pribadi masing-masing.

Pada akhirnya, Ekonomi Islam memang harus diterapkan secara bersama-sama. Mulai diri melepaskan dari aktivitas yang mengandung riba, ekploitasi sumber daya,

Koordinator Presidium Nasional Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI)

Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

Mahasiswa Terbaik Se-Sumatra Versi Masyarakat Ilmuwah dan Teknolog Indonesia (MITI) Mahasiswa 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar